Pasal
4
(1)
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
(2)
Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan
harus ditandatangani oleh pengurus atau direksi.
(3)
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa khusus tersebut
harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.
(4)
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang
wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang diperlukan untuk
menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
(4a) Laporan Keuangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) adalah laporan keuangan dari masing-masing
Wajib Pajak.
Yang dimaksud dengan Laporan
Keuangan masing-masing Wajib Pajak adalah laporan keuangan hasil kegiatan usaha
masing-masing Wajib Pajak.
Contoh:
PT A memiliki saham pada PT B dan PT C. Dalam contoh
tersebut, PT A mempunyai kewajiban melampirkan laporan keuangan konsolidasi PT
A dan anak perusahaan, juga melampirkan laporan keuangan atas usaha PT A
(sebelum dikonsolidasi), sedangkan PT B dan PT C wajib melampirkan laporan
keuangan masing-masing, bukan laporan keuangan konsolidasi.
(4b)
Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4a) diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak lengkap dan tidak jelas,
sehingga Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (7) huruf b.
(5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat
Pemberitahuan diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat
Pemberitahuan memuat hal-hal mengenai, antara lain, penelitian kelengkapan,
pemberian tanda terima, pengelompokan Surat Pemberitahuan Lebih Bayar, Kurang
Bayar, dan Nihil, prosedur perekaman dan tindak lanjut pengelolaannya, yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.